Breaking News

Friday 25 March 2016

Kohesi Ibu-Bayi

Salam…

Kohesi Ibu-Bayi

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Kohesi Ibu-Bayi


                Dari sudut pandang evolusi budaya, saat ini dapat dipahami bila sebuah senyuman yang dilontarkan seseorang dapat memiliki makna yang berbeda. Demikian pula dari aspek biologis, ketika kelangsungan hidup terutama sekali terletak pada seberapa intens keterkaitan seorang ibu dengan bayinya. Semua peristiwa tersebut sama halnya dengan musik yang saat ini juga memiliki pemahaman kultural yang demikian luas. Pada prinsipnya musik memiliki manfaat terutama dalam kaitannya dengan keterkaitan antara ibu dan bayi. Namun untuk mencapai kesimpulan yang lebih meyakinkan kiranya diperlukan pemahaman tentang sejarah evolusi otak.
                Australopithecus africanus, primata kecil seperti manusia yang hidup hampir lima juta tahun lalu memiliki volume otak sebanyak 500 cc (Jastrow, 1981). Dua juta tahun berikutnya, ukuran otak berkembang dua kali lipat pada homo erectus dan isinya menjadi 975 cc. Sekarang, volume rata-rata otak manusia adalah 1450 cc dengan berat kurang lebih satu setengah kilogram. Saat masih di dalam kandungan, otak janin berkembang dengan kecepatan 250.000 sel otak permenit. Ketika lahir, berat otak adalah 12 persen dari berat tubuh walau kapasitasnya belum berkembang sempurna. Sehingga  dibutuhkan wakttu sekitar enam tahun lamanya bagi otak untuk mencapai 90 persen ukuran otak dewasa dengan berat rata-rata dua persen dari berat tubuh.
                Hal ini kontras dengan otak kera yang keitka lahir sudah memiliki 75 persen dari ukuran otak kera dewasa. Jika janin manusia membawa “kondisi maksimum” dalam pengertian perkembangan otak, maka kepalanya akan menjadi terlalu besar untuk dapat keluar melalui saluran kelahiran secara normal. Sehingga solusi evolutif terhadap masalah ini adalah setiap bayi yang baru lahir memiliki otak yang tidak maksimum atau belum berkembang secara lengkap. Ketika lahir, tulang tengkorak bayi belum terajut menjadi satu keatuan sehingga memberinya kesempatan untuk meningkatkan massa otak.
                Perilaku manusia tidak instingsif tetapi diperoleh dari belajar dan bayi selama periode ketergantungannya akan belajar banyak hal penting mengenai perilaku manusia. Ibu dan bayi yang baru lahir satu sama lain dianugerahi banyak keuntungan fisiologis dan psikologis yang penting. Terutama perilaku yang pertama kali teramati yaitu perilaku mencintai. Bayi belajar mencintai secara langsung dalam lingkungan yang penuh cinta. Pentingnya interaksi cinta kasih ini tidak dapat dipaksakan. Cinta dan afeksi seorang ibu dikomunikasikan kepada bayi melalui beberapa cara, seperti berbicara, bernyanyi, dan menyentuh adalah tiga model yang terpenting untuk berkomunikasi dengan bayinya.
                Psikolog menggunakan istilah motherese untuk menerangkan pola pembicaraan yang khusus digunakan para ibu kepada bayinya. Aspek musikal dari motherese sangat penting bukan hanya sebagai sumbangan pada kemahiran bahasa tetapi secara khusus adalah mengkomunikasikan emosi. Jauh sebelum si bayi mulai berbicara, mereka telah mahir membaca muatan emosi melalui pembicaraan, sebagian besar melalui karakteristik musik-al motherese-nya. Di dalam praktik komunikasi motherese, terdapat aspek pitch, timbre, dinamik, dan irama yang direspons oleh bayi bukan dalam muatan verbal. Misalnya, kata-kata “kamu anak jelek” yang dilontarkan secara lembut dengan tutur kata seperti bernyanyi akan lebih mendapat respons positif dari kata “kamu anak manis” namun dengan penyampaian secara berteriak dalam nada marah.
                Tentu saja sistem komunikasi yang terjadi di sini adalah dua arah. Demikian juga dengan si bayi di kemudian hari akan belajar memberikan cinta seperti yang ia terima. Vokalisasi merupakan cara terutama bayi untuk mengekspresikan perasaannya (Robert, 1987). Bahkan dalam hari-hari pertama mereka, bayi mulai menjalin hubungan dengan orang tuanya melalui tangisannya. Pada bulan-bulan awal kehidupannya mereka mengembangkan berbagai macam gaya tangisan sebagai bentuk komunikasi khusus dari bahasa bayi. Perkembangan berbagai macam gaya tangisan merupakan perkembangan emosional yang penting. Mereka memberi isyarat kepada orang tuanya mengenai kondisi mereka dan pada akhirnya secara langsung telah menunjukkan kompetensi bahasa. Bayi belajar menangis untuk mencari perhatian dan mengekspresikan perkembangan perasaannya. Karena vokalisasi mereka nonverbal, maka otomatis semua itu merupakan manipulasi dari pitch, timbre, irama, dan dinamika yang kelak akan membentuk dasar sistem komunikasi mereka.
                Keuntungan yang diperoleh dari perilaku musikal dalam terminologi kohesi ibu-bayi dapat disimpulkan dalam tiga tahap. Pertama, seperti halnya peningkatan ukuran otak manusia yang berlangsung jutaan tahun, perilaku pra-musikal diperlukan bayi sebelum otaknya berkembang utuh. Sama halnya dengan peningkatan periode postpartum. Pembelajaran dimulai dari sikap ketergantungan bayi secara total untuk jangka waktu tertentu karena  ia belum mampu menolong diri sendiri. Kedua, periode ketergantungan bayi adalah penting baginya untuk belajar menerima cinta dan afeksi. Penelitian terhadap kondisi ini mengindikasikan bahwa bayi dengan usia yang kurang dari satu tahun akan meniggal bila tanpa disertai rasa cinta yang cukup. Ketiga, elemen musikal adalah media yang paling berarti untuk mengkomunikasikan cinta dan afeksi kepada bayi.
                Aplikasi dari elemen musikal tersebut berupa gerakan-gerakan ritmis seperti berayun, bergerak dan modulasi pitch, timbre, dinamik dan irama melalui berbicara dan bernyanyi. Sejalan dengan peningkatan kapasitas tengkorak dan panjang tubuh bayi, mereka akan semakin responsif terhadap berbagai bentuk komunikasi nonverbal. Seperti bebrapa contoh di atas, perilaku yang demikian disebut “pramusikal”, ketika evolusi budaya dengan mudah memberikan manfaat yang melekat melalui terbangunnya sikap responsif.
                Bayangkan bagaimana keberlangsungan hidup sekelompok suku di pedalaman yang hidup ratusan tahun lalu. Bila kita mengamati seorang ibu yang duduk sambil menggendong bayi dalam dekapannya. Bayi ini secara total tergantung pada ibunya untuk segala keperluan dasar hidupnya mulai dari makanan, pakaian, tempat tinggal, perlindungan selama hampir dua tahun bahkan masih akan tergantung untuk beberapa tahun sesudahnya. Jika si bayi tidak merespons segala sesuatu yang berhubungan dengan perilaku musikal atau pra-musikal, bagaimana cara sang ibu mengkomunikasikan cintanya, bagaimana si bayi dapat hidup? Dan jika si bayi tidak bisa hidup bagaimana spesies seperti kita hidup? Untungnya si bayi telah lahir dengan memiliki kapasitas ekspresi pra-musikal yang luar biasa.
                Bagian terbesar dari mekanisme respons bayi harus sejalan dengan hal-hal yang menyenangkan. Kehangatan, jaminan keamanan, perjuangan bahkan lahirnya perasaan senang merupakan bagian yang dibagikan kepadanya sejak awal. Bila semua respons aktivitas pra-musikal ini terkirim ke otak, maka bukankah dapat dipahami bila musik memberi kegembiraan jauh sebelum evolusi mengembangkan perilaku pra-musikal melalui, opera, gamelan, atau musik lainnya.


No comments:

Post a Comment

Designed By Published.. Blogger Templates