Breaking News

Monday 28 March 2016

Pengetahuan Yang Unik

Salam…

Pengetahuan Yang Unik

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Pengetahuan Yang Unik

                Teori multi inteligensi Gardener (1983), dalam bukunya Frames Of Minds bersebrangan dengan indikator inteligensi tunggal, yaitu sqor IQ. Ketika itu ia mengatakan terdapat tujuh kecerdasan manusia, tetapi saat ini telah menjadi sembilan. Dari masing-masing inteligensi yang dikatakannya mencakup delapan kriteria yaitu: (1) potensi isolasi oleh kerusakan otak, (2) keberadaan keajaiban, (3) kejeniusan (savant) idiot, (4) kepribadian luar biasa, (5) inti operasi yang teridentifikasi atau serangkaian operasi, (6) sejarah perkembangan yang berbeda, (7) sejalan dengan keahlian kinerja “tingkat akhir”, dan (8) evolusi sejarah dan hal-hal yang masuk akal. Kedelapan kriteria tersebut didukung oleh hasil eksperimen psikologis, penemuan psikometrik, dan segala kelemahan koditifkasi sistem simbol.
                Setiap inteligensi atau model pemahaman secara unik memfasilitasi menusia untuk memahami kehidupan di dunia ini dengan cara yang unik pula. Tidak ada satupun dari semua inteligensi itu yang lebih baik satu dari yang lainnya karena memagn berbeda. Oleh karenanya, sama kuatnya dengan bahasa, masing-masing memiliki keterbatasan untuk berkomunikasi. Bebrapa hal penting mengenai konsep manusia seperti kebenaran, kecantikan, keadilan, cinta, dan kepercayaan dapat dipelajari dan dipahami melalui pengalaman non-verbal yang sama halnya dengan melalui kata-kata.
                Terlebih sangat memungkinkan seseorang untuk berpikir secara artistik. Requiem karya Mozart atau musik kematian dari lebanon misalnya menunjukkan pikiran musikal terhadap subjek kematian. Mengapa hal ini menjadi penting bagi kehidupan manusia? Kemampuan ras manusia untuk berjuang dalam dunia ini tidak tergantung pada percakapan dalam artian kekuatan, ketepatan, ketajaman penglihatan, atau kepekaan penciuman. Semua tergantung pada apa yang dipelajari. Manusia perlu tahu tentang diri mereka sendiri dan dunia melalui berbagai kemungkinan cara menanggapi keberhasilan.
                Kebanyakan cara berpikir musikal terletak di bawah pemahaman: bermain. Sementara itu pemahaman tersebut merupakan pencemaran terhadap musik karena pada kenyataannya kemahiran bermain secara evolutif sangat signifikan. Hal penting dari bermain akan lebih dipahami secara jelas bila melihat kepekaan mengeksplorasi, menyelidiki, dan memecahkan masalah (Brown, 1994). Keingintahuan dapat saja diperoleh dengan membunuh seekor tikus tetapi bagi manusia bisa saja untuk sebuah penemuan dan pencarian bagi sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan.
                Aspek bermain dalam setiap lingkungan akan mendorong terjadinya penemuan pada faktor kepekaan baik melalui nyanyian maupun tarian yang mengiringi perburuan atau peperangan. Mana yang lebih penting? Apakah keduanya dibutuhkan dalam kehidupan? Secara umum, ada beberapa hal yang sungguh-sungguh secara signifikan dibutuhkan dalam kehidupan, tetapi secara khusus adalah permainan musik. Apa yang telah dipelajari manusia tentang diri mereka sendiri dan dunia melalui musik memiliki faedah yang luar biasa.
                Mungkin hal terpenting yang dipelajari manusia melalui musik adalah bagaimana bersepakat dengan perasaan. Walau beberapa respons emosi tertentu terjadi ketika masih bayi sebagai sebuah mekanisme protektif. Sejauh yang dimengerti bahwa respons yang yang dimaksud di sini adalah upaya merekognisi dan mengekspresikan perasaan. Salah satu ciri sifat kemanusiaan adalah sensitivitas perasaan. Menjadi manusia seutuhnya berarti menyelami nuansa tak terbatas yang hadir diantara ujung-ujung kutub emosi. Pada akhirnya menghasilkan sebuah pengalaman terpenting, yaitu kemampuan non-verbal.
                Sering kali dapat dilihat bagaimana terbatasnya kosakata yang dimiliki wilayah non-verbal ini dan bagaimana selalu mengalami kesulitan untuk menyampaikan kepada orang lain secara persis apa yang dirasakan. Sebaliknya, mendengar juga merupakan suatu kebutuhan untuk merealisasi berbagaia perilaku agresi dalam masyarakat. Kita perlu belajar menemukan cara-cara mendistribusikan kelakuan dari perasaan seseorang yang sedang marah tetapi tanpa tindakan. Bagaimana seseorang merasakan kesepian dan putus asa menghindari rasa marah? Bagaimana orang menghindari rasa marah dan tanpa bereaksi? Bagaimana dengan orang yang mengalami kesedihan dan keputus”asa”an. Ini adalah contoh ekstrim, tetapi semua tahapan perasaan adalah penting dipelajari untuk merasakan bagaimana arti sebuah kedalaman. Musik merupakan saluran paling tegas untuk mengekspresikan emosi. Seseorang dapat belajar menanggung rasa sedih, frustasi, rasa marah, ekspresi gembira, dan cinta melalui pengalaman musikal.

                Dari kesembilan teori inteligensi Gardner yang ada sekarang, nantinya mungkin akan terus berkembang sebagai bukti untuk makin memahami kehidupan. Oleh karena itu, setiap jenis inteligensi yang ditawarkan dapat digunakan untuk mencari informasi tentang perbedaan aspek kedalaman (inner) dan keterbukaan manusia. Musik tidak lebih baik dan lebih buruk dari banyak cara lainnya dalam menyediakan informasi khusus tentang manusia. Artinya, perkembangan cara mengontrol dan memperbaiki emosi harus menjadi sebuah evolusi yang luhur.
Read more ...

Sunday 27 March 2016

Emosi Ketika Tampil Di Panggung

Salam...


Secara disengaja atau tidak mungkin kita yang pernah mencoba untuk tampil di depan panggung sempat merasakan emosi yang meluap-luap, baik itu sebuah konser musik atau pidato dan lain sebagainya.

emosi tersebut kalu di telaah dan di manfaatkan dengan baik tentunya akan memberikan efek yang baik pula bagi kita.


Emosi negatif
disaat konser musik, hal yang sama sempat saya rasakan ketika tampil di depan banyak orang, setidaknya emosi yang pertama keluar dalam diri saya merupakan rasa takut akan ketidak puasan penonton bila mana saya mengalami kesalahan.

emosi seperti yang tadi merupakan jenis emosi yang wajar dan biasanya terjadi ketika seseorang baru pertama kali tampil di depan banyak orang dan menjadi pusat perhatian, hal tersebut dikatakan wajar karena manusia memerlukan adapatasi bagi keadaan yang belum dia hadapi, dan bentuk dari adaptasi tersebut diluapkan melalui emosi tersebut.

Emosi positif
selain bentuk emosi diatas, terdapat lagi emosi yang bisa membawa kita lebih bersatu dengan keadaan yang sedang kita jalani, hal tersebut bisa meningkatkan konsentrasi kita terhadap apa yang kita kerjakan.

dalam hal bermusik emosi ini membuat kita sebagai pemain musik tidak merasakan hadirnya penonton, namun yang bagus adalah pemain atau pemusik yang bisa membawa penonton ikut terbawa emosi seperti yang dirasakan pemusiknya.

misalnya ketika saya menjadi penoton sebuah konser musik klasik di Austria, emosi saya tiba-tiba terpancing oleh sebuah iringan lonceng bell di tengah-tengah lagu cannon in D. di saat itu pula bulu disekitar dagu dan pipi saya terasa merinding, "hehe merinding... kaya bulu kuduk aja".

tapi memang benar, setiap saya merasakan emosi musik yang meluap-luap baik itu sebagai pemain atau pendengar musik, indikator bahwa musik itu sukses diterima jiwa saya adalah dengan merindingnya bulu disekitar dagu dan pipi.

Emosi positif menjadi negatif
namun bila emosi kita berlebihan ketika tampil bersama teman band atau tampil secara tim. kita harus bisa mengontrol emosi kita supaya tidak melupakan harmoni sebuah konser yang telah dirancang dengan baik sebelum konser tersebut.

kalau hal tersebut tidak dilakukan dengan benar kita akan terlihat "over" dibanding yang lain dan sekali berbuat kesalahan kita yang akan terlihat jelas.

Bagaimana cara membangun emosi yang baik ???
  • yang pertama tentu dengan sering nya tampil dan menjadi pusat perhatian orang, dengan begitu sedikit demi sedikit kita akan terbiasa.
  • yang kedua, meski emosi kita telah meluap kita harus tetap fokus untuk menjaga kita agar tidak terlempar dari jalur yang sudah kita rencanakan.
  • seringlah mengunya permen karet sebelum kita tampil di hadapan banyak orang, "permen karet ?", mungkin kening anda sedikit mengerut. namun permen karet telah diteliti dapat memicu rasa nyaman dan menstabilkan irama jantung. "mungkin itu sebabnya mantan pelatih Manchaster United sering mengunyah beginian."
  • menarik dan membuang nafas secara mendalam agar fokus kita tetap terkendali.

mungkin itu merupakan permasalahan yang sering terjadi ketika tampil dihadapan orang banyak, khususnya ketika konser musik. namun tetap kita yakini bahwa setiap kesulitan yang kita hadapi tentu akan berbuah manis ketika kita menemukan celah keberhasilan.

Salam...
Read more ...

Friday 25 March 2016

Kemahiran Bahasa

Salam…

Kemahiran Bahasa

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Kemahiran Bahasa

                Makna kedua dari manfaat yang diperoleh melalui musik adalah dalam hal kemahiran berbahasa. Kemahiran bahasa adalah salah satu langkah terpenting bagi spesies manusia untuk mempertahankan dan memperpanjang usia hidup. Oleh sebab itu atribut yang membantu proses ini haruslah yang terbaik atau pilihan. Aspek musikal dari bahasa seperti garis melodi, variasi timbre, dan ritme juga merupakan aspek terutama dalam bahasa. Salah satu hasil dari perbincangang mengenai hubungan ibu-bayi adalah si bayi menjadi termotivasi untuk merekognisi dan merespons pola suara yang kelak diperlukannya untuk persepsi bahasa. Ketika orang tua berkomunikasi dengan bayinya, cara “baby talk” (bahasa bayi) secara alamiah telah menegaskan aspek melodi, timbre, dan ritme melalui lidah alamiahnya.
                Misalnya kita dapat mengamati hasil eksperimen yang menunjukkan bagaimana bayi memberi sinyal terhadap suara yang mereka dengar. Seorang bayi yang berusia 3 bulan ditunjukkan dua gambar kartun secara simultan disertai satu musik latar. Si bayi tampak menatap secara selektif gambar yang ditunjukkan sambil mendengarkan suara yang terdengar menyertai gambar tersebut. Pada eksperimen kedua, kedua gambar kartun dirangkap menjadi satu sambil tetap diperdengarkan musik latar. Ketika kedua gambar kartun dipisahkan, si bayi tampak mengikuti gambar yang memiliki suara musik latar. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa bayi sudah memiliki mekanisme untuk berorientasi pada suara.
                Ritme juga memainkan peran penting dalam kemahiran bahasa. Bayi akan menggerakkan anggota tubuhnya ketika mendengar percakapan di sekelilingnya (Bohannan, 1983). Jika mereka mendengar bahasa yang berbeda, maka ritme mereka juga akan berubah secara perlahan. Aktivitas ritmis dalam kemahiran bahasa menjadi penting sebagai dasar untuk memperoleh aspirasi kognitif dan interelasi antara kognisi  dengan afeksi. Menurut Campbell (1986), kemampuan menginterpretasikan keberadaan interval untuk bahasa dan musik hanya ada dan dimulai ketika bayi berinteraksi dengan lingkungan dan orang-orang terdekatnya.
                Secara simultan dengan kemahiran mekanisme mendengarkan dan memproduksi bahasa, bayi belajar mengumpulkan informasi berguna lainnya melalui aspek musikal dari komunikasi. Mereka belajar bahwa ada pesan non-verbal penting yang harus dikirim dan diterima. Walau kebanyakan ungkapan yang mereka ucapkan masih dalam berbagai variasi pemahaman yang tak terbatas. Melalui beberapa maksud seperti bahasa tubuh, konteks dan terutama melalui aspek musikal dari bahasa (prosody), maka seseorang dapat mengekspresikan makna “sebenarnya” dari arti di balik sebuah kata.
                Pada terminologi evolusi biologis dikatakan bahwa otak dilengkapi dengan sistem saraf yang memiliki kemampuan untuk memproduksi dan menginterpretasikan pesan verbal dan non-verbal sebagai langkah penting dalam hidup. Satu keuntungan dari aspek musikalnya otak adalah terhadap kemahiran bahasa. Bayi secara otomatis akan terpengaruh untuk berorientasi terhadap suara. Sementara orang dewasa yang menggunakan bahasa motherese untuk memotivasi bayi, akan memberi perhatian kepada garis melodi, timbre dan ritme kata dan kalimat yang diucapkan. Bayi juga belajar menerima dan memancarkan suara bahkan dengan muatan emotif dan kognitif.


Read more ...

Kohesi Ibu-Bayi

Salam…

Kohesi Ibu-Bayi

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Kohesi Ibu-Bayi


                Dari sudut pandang evolusi budaya, saat ini dapat dipahami bila sebuah senyuman yang dilontarkan seseorang dapat memiliki makna yang berbeda. Demikian pula dari aspek biologis, ketika kelangsungan hidup terutama sekali terletak pada seberapa intens keterkaitan seorang ibu dengan bayinya. Semua peristiwa tersebut sama halnya dengan musik yang saat ini juga memiliki pemahaman kultural yang demikian luas. Pada prinsipnya musik memiliki manfaat terutama dalam kaitannya dengan keterkaitan antara ibu dan bayi. Namun untuk mencapai kesimpulan yang lebih meyakinkan kiranya diperlukan pemahaman tentang sejarah evolusi otak.
                Australopithecus africanus, primata kecil seperti manusia yang hidup hampir lima juta tahun lalu memiliki volume otak sebanyak 500 cc (Jastrow, 1981). Dua juta tahun berikutnya, ukuran otak berkembang dua kali lipat pada homo erectus dan isinya menjadi 975 cc. Sekarang, volume rata-rata otak manusia adalah 1450 cc dengan berat kurang lebih satu setengah kilogram. Saat masih di dalam kandungan, otak janin berkembang dengan kecepatan 250.000 sel otak permenit. Ketika lahir, berat otak adalah 12 persen dari berat tubuh walau kapasitasnya belum berkembang sempurna. Sehingga  dibutuhkan wakttu sekitar enam tahun lamanya bagi otak untuk mencapai 90 persen ukuran otak dewasa dengan berat rata-rata dua persen dari berat tubuh.
                Hal ini kontras dengan otak kera yang keitka lahir sudah memiliki 75 persen dari ukuran otak kera dewasa. Jika janin manusia membawa “kondisi maksimum” dalam pengertian perkembangan otak, maka kepalanya akan menjadi terlalu besar untuk dapat keluar melalui saluran kelahiran secara normal. Sehingga solusi evolutif terhadap masalah ini adalah setiap bayi yang baru lahir memiliki otak yang tidak maksimum atau belum berkembang secara lengkap. Ketika lahir, tulang tengkorak bayi belum terajut menjadi satu keatuan sehingga memberinya kesempatan untuk meningkatkan massa otak.
                Perilaku manusia tidak instingsif tetapi diperoleh dari belajar dan bayi selama periode ketergantungannya akan belajar banyak hal penting mengenai perilaku manusia. Ibu dan bayi yang baru lahir satu sama lain dianugerahi banyak keuntungan fisiologis dan psikologis yang penting. Terutama perilaku yang pertama kali teramati yaitu perilaku mencintai. Bayi belajar mencintai secara langsung dalam lingkungan yang penuh cinta. Pentingnya interaksi cinta kasih ini tidak dapat dipaksakan. Cinta dan afeksi seorang ibu dikomunikasikan kepada bayi melalui beberapa cara, seperti berbicara, bernyanyi, dan menyentuh adalah tiga model yang terpenting untuk berkomunikasi dengan bayinya.
                Psikolog menggunakan istilah motherese untuk menerangkan pola pembicaraan yang khusus digunakan para ibu kepada bayinya. Aspek musikal dari motherese sangat penting bukan hanya sebagai sumbangan pada kemahiran bahasa tetapi secara khusus adalah mengkomunikasikan emosi. Jauh sebelum si bayi mulai berbicara, mereka telah mahir membaca muatan emosi melalui pembicaraan, sebagian besar melalui karakteristik musik-al motherese-nya. Di dalam praktik komunikasi motherese, terdapat aspek pitch, timbre, dinamik, dan irama yang direspons oleh bayi bukan dalam muatan verbal. Misalnya, kata-kata “kamu anak jelek” yang dilontarkan secara lembut dengan tutur kata seperti bernyanyi akan lebih mendapat respons positif dari kata “kamu anak manis” namun dengan penyampaian secara berteriak dalam nada marah.
                Tentu saja sistem komunikasi yang terjadi di sini adalah dua arah. Demikian juga dengan si bayi di kemudian hari akan belajar memberikan cinta seperti yang ia terima. Vokalisasi merupakan cara terutama bayi untuk mengekspresikan perasaannya (Robert, 1987). Bahkan dalam hari-hari pertama mereka, bayi mulai menjalin hubungan dengan orang tuanya melalui tangisannya. Pada bulan-bulan awal kehidupannya mereka mengembangkan berbagai macam gaya tangisan sebagai bentuk komunikasi khusus dari bahasa bayi. Perkembangan berbagai macam gaya tangisan merupakan perkembangan emosional yang penting. Mereka memberi isyarat kepada orang tuanya mengenai kondisi mereka dan pada akhirnya secara langsung telah menunjukkan kompetensi bahasa. Bayi belajar menangis untuk mencari perhatian dan mengekspresikan perkembangan perasaannya. Karena vokalisasi mereka nonverbal, maka otomatis semua itu merupakan manipulasi dari pitch, timbre, irama, dan dinamika yang kelak akan membentuk dasar sistem komunikasi mereka.
                Keuntungan yang diperoleh dari perilaku musikal dalam terminologi kohesi ibu-bayi dapat disimpulkan dalam tiga tahap. Pertama, seperti halnya peningkatan ukuran otak manusia yang berlangsung jutaan tahun, perilaku pra-musikal diperlukan bayi sebelum otaknya berkembang utuh. Sama halnya dengan peningkatan periode postpartum. Pembelajaran dimulai dari sikap ketergantungan bayi secara total untuk jangka waktu tertentu karena  ia belum mampu menolong diri sendiri. Kedua, periode ketergantungan bayi adalah penting baginya untuk belajar menerima cinta dan afeksi. Penelitian terhadap kondisi ini mengindikasikan bahwa bayi dengan usia yang kurang dari satu tahun akan meniggal bila tanpa disertai rasa cinta yang cukup. Ketiga, elemen musikal adalah media yang paling berarti untuk mengkomunikasikan cinta dan afeksi kepada bayi.
                Aplikasi dari elemen musikal tersebut berupa gerakan-gerakan ritmis seperti berayun, bergerak dan modulasi pitch, timbre, dinamik dan irama melalui berbicara dan bernyanyi. Sejalan dengan peningkatan kapasitas tengkorak dan panjang tubuh bayi, mereka akan semakin responsif terhadap berbagai bentuk komunikasi nonverbal. Seperti bebrapa contoh di atas, perilaku yang demikian disebut “pramusikal”, ketika evolusi budaya dengan mudah memberikan manfaat yang melekat melalui terbangunnya sikap responsif.
                Bayangkan bagaimana keberlangsungan hidup sekelompok suku di pedalaman yang hidup ratusan tahun lalu. Bila kita mengamati seorang ibu yang duduk sambil menggendong bayi dalam dekapannya. Bayi ini secara total tergantung pada ibunya untuk segala keperluan dasar hidupnya mulai dari makanan, pakaian, tempat tinggal, perlindungan selama hampir dua tahun bahkan masih akan tergantung untuk beberapa tahun sesudahnya. Jika si bayi tidak merespons segala sesuatu yang berhubungan dengan perilaku musikal atau pra-musikal, bagaimana cara sang ibu mengkomunikasikan cintanya, bagaimana si bayi dapat hidup? Dan jika si bayi tidak bisa hidup bagaimana spesies seperti kita hidup? Untungnya si bayi telah lahir dengan memiliki kapasitas ekspresi pra-musikal yang luar biasa.
                Bagian terbesar dari mekanisme respons bayi harus sejalan dengan hal-hal yang menyenangkan. Kehangatan, jaminan keamanan, perjuangan bahkan lahirnya perasaan senang merupakan bagian yang dibagikan kepadanya sejak awal. Bila semua respons aktivitas pra-musikal ini terkirim ke otak, maka bukankah dapat dipahami bila musik memberi kegembiraan jauh sebelum evolusi mengembangkan perilaku pra-musikal melalui, opera, gamelan, atau musik lainnya.


Read more ...

Wednesday 23 March 2016

Mengapa Manusia Musikal ?

Salam…

Mengapa Manusia Musikal ?

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Mengapa Manusia Musikal ?

                Bila memperhatikan musikalitas manusia, seseorang layak merasa ajaib mengapa kita bisa musikal dan bagaimana terjadinya? Cukup mengherankan bila banyak pernyataan dalam berbagai literatur yang seolah tidak menemukan jawabannya. Misalnya pernyataan Brown (1981) “Sejauh yang satu tahu, keterampilan musik itu tidak penting”. Setelah itu Downing dan Harwood (1986) “Reaksi terhadap musik tidak secara jelas terkait langsung dengan biologis”. Seseorang “harus bertanya mengapa evolusi memberi kita perlengkapan bawaan yang sedemikian kompleks dimana tidak ada bukti dan nilai yang jelas” (Lerdahl dan Jackendoff, 1983). “Mengapa kita merespons musik secara emosional sementara pesan di dalamnya tidak jelas?” (Roeder, 1982). “Mengapa kita memiliki musik dan membiarkannya menempati kehidupan ini tanpa alasan yang jelas?” (Minsky, 1982).
                Sebenarnya maklumat di atas lebih menunjuk pada sikap praduga, sementara saat ini sudah menjadi semakin jelas bahwa setiap manusia secara biologis memiliki “jaminan musikalitas” (Wilson 1986). Hal ini disebabkan karena bawaan genetis yang menciptakan otak dan tubuh, cenderung musikal. Seperti kita lahir dengan kemampuan bahasa kemudian bahasa yang dipelajari secara khusus tersebut ditentukan oleh budaya. Sama halnya kita lahir dengan kemampuan untuk respons terhadap musik dari budaya sendiri. Jika musik tidak menganugerahkan kelangsungan hidup yang tidak menguntungkan mengapa pada manusia telah tersedia struktur neurofisiologis? Mengapa manusia berkembang menuju sifat spesies yang global?
                Tempat yang sekiranya tepat untuk mulai mencari dan menemukan jawaban atas fokus permasalahan di atas adalah pada teori evolusi. Salah satu kelengkapan yang menganugerahkan manfaat bagi manusia baik melalui mutasi genetis atau adaptasi dengan lingkungan adalah melalui keturunan. Anggota spesies yang lebih kuat dengan segala kebajikan ini akan hidup lebih lama dan menghasilkan banyak keturunan; maka perlengkapan yang dimiliki harus dipertimbangkan sampai semua anggota memiliki atribut yang sama. Melalui cara ini harimau memperoleh ketangkasannya dan jerapah memiliki leher panjangnya. Oleh sebab itu, cara untuk memahami musik berdasarkan teori evolusi harus dimulai dari elemen terutama dalam musik yaitu: irama sebagai representasi dari tempo atau waktu.
                Pada prinsip fisika kuantum disebutkan bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini berada dalam vibrasi. Jutaan miliar atom bergetar per detik, sementara matahari bergetar secara periodik dalam tiap lima menit (Chen, 1983). Melalui Helioseismologi, sebuah kajian tentang osilasi matahari dan dari para astronom pula kita tahu bahwa galaksi bumi dengan segala isinya ini penuh dengan vibrasi. Bila diamati secara periodik, maka manusia hidup dalam suatu kehidupan yang menyerupai irama lingkungan. Sama seperti musim yang silih berganti setiap tahun, fase peredaran bulan, dan periode siang-malam dengan pola waktu yang teratur. Tubuh manusia juga bekerja dengan irama yang terpola. Jantung dan pernafasan adalah dua bagian tubuh yang berproses secara periodik. Kemudian gelombang otak, hormon, bahkan pola tidur merupakan contoh lebih dari 100 osilasi kompleks yang harus dimonitor oleh otak. Kronobiolog yang mempelajari irama tubuh percaya bahwa irama adalah bagian penting dalam kehidupan. Bila terjadi gangguan atau ketidakaturan pada irama hidup seseorang, maka yang bersangkutan akan menderita sakit. Contoh, dysrhythmia dapat berupa gejala autis, maniac depression, atau schizophrenia; dysrhythmia yang juga mengindikasikan dyslexcia atau gangguan belajar lainnya (Bohannan, 1983).
                Pengaruh pengalaman ritmis sangat luas karena irama adalah faktor kritis dalam kemahiran bahasa. Demikian pula dengan bayi yang menerima stimulasi melalui ayunan atau gerak tubuh lainnya ketika digendong, selain dapat meningkatkan bobot, mengembangkan daya pandang, dan ketajaman pendengaran juga meningkatkan keteraturan siklus tidur. Dan, mungkin yang terpenting adalah kenyataan bahwa cerebelum secara langsung berhubungan denagn sistem limbik khususnya pada bagian hypothalamus yang dikenal sebagai pusat kesenangan. Pada akhirnya disimpulkan bahwa aktivitas gerak tubuh dapat menimbulkan rasa senang.
                Bayi yang kehilangan atau kurang kesempatan untuk melakukan banyak gerak dapat berakibat pada gagalnya perkembangan otak yang memfasilitasi rasa senang. Integrrasi ke dalam lingkungan ritmis telah dimulai sejak lahir diawalai dengan irama pernafasan dan berjalan seiring dengan adaptasi bayi terhadap siklus irama lingkungan tempat kehidupannya. Baru, setelah beberapa bulan kemudian berlanjut dengan pola kehidupan keluarga, khusunya siklus aktivitas orang tua bekerja dan istirahat. Maka pada akhirnya akan mempertajam irama sosial sang bayi. Kondisi ini sangat penting karena hampir semua dasar dari interaksi sosial adalah berirama.
                Para peneliti menemukan bahwa “orang yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial secara tanpa disadari bergerak ‘dalam ruang’ satu sama lain melalui koordinasi ritme gerak dan isyarat yang seolah memperlihatkan semua karakter tarian” (Montagu dan Maston, 1979). Aspek irama pada perilaku manusia sangat kuat untuk menjadi serasi. Keserasian ini akan terjadi bila dua orang atau lebih yang memiliki kesesuaian dalam irama yang sama. Contoh keserasian di luar manusia misalnya pada migrasi burung yang terbang berganti-ganti arah nemun tetap dalam bentuk formasi V.
                Di tengah-tengah semua aspek fisiologis, lingkungan, dan irama sosial, kiranya penting untuk dipertimbangkan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dengan waktu. Pada saat yang sama strategi diperoleh otak dalam operasionalnya mengetahui bahwa belajar dan mengingat akan memediasi hubungan antara lingkungan internal pikiran dengan lingkungan dunia eksternal. Sama-sama menyediakan keselarasan psikologis seperti halnya homeostatis yang memfasilitasi kesetaraan biologis.
                Pendengaran adalah indera paling terutama sebagai tempat kita menghasilkan kedalaman penghayatan hidup  yang stabil. Jutaan tahun lalu ketika dinosaurus menguasai bumi, mamalia, hanya memiliki sedikit hutan dan berburu hanya dapat dilakukan pada malam hari demi keamanan. Berburu di malam hari tentu membutuhkan indera pendengaran yang baik. Pada akhirnya evolusi memfasilitasi kita dengan kapasitas untuk dapat menginterpretasikan suara. Dengan demikian pemikiran di atas memberikan alasan bahwa manusia adalah makhluk ritmis yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan perilakunya secara tepat.
                Sebelumnya manusia juga mungkin tidak tahu mengapa secara khusus diperlukan perilaku musikal. Sementara dalam kesehariannya sudah mempraktikan bebrapa aspek ritmis melalui kemampuan berbicara atau berkomunikasi yang esensinya sama dengan musik. Apa keuntungan yang diperolah dari musik hingga manusia dikatakan sebagai makhluk dengan ciri khusus? Apakah dikarenakan evolusi bekerja terlalu lambat sehingga hanya satu fungsi saja yang berkembang dari setiap ciri manusia? Secara alamiah sebenarnya terdapat banyak cara bagi musik untuk memberikan manfaat bagi umat manusia. Semua itu diselenggarakan melalui (1) keterikatan antara ibu-bayi, (2) kemahiran bahasa, (3) pengetahuan yang unik, dan (4) organisasi sosial.


Read more ...

Tuesday 22 March 2016

Musikalitas Manusia

Salam…

Musikalitas Manusia

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Musikalitas Manusia

                Musik merupakan sifat universal yang dimiliki manusia. Sejak ribuan tahun lamanya musik telah ikut berperan secara signifikan di dalam kehidupan manusia di seluruh muka bumi. Tetapi bagaimanapun jga kita mengetahui keuniversalan musikalitas manusia? Bagaimana kita bisa menjadi manusia yang musikal? Apakah musikalitas itu uiversal juga, kalau “ya”, breupa warisan atau hasil belajar? Kita akan coba menelaah beberapa pertanyaan mendasar diatas. Selaku sebuah dialog, musikalitas dapat didefinisikan sebagai kepekaan untuk meresposns atau sensitivitas terhadap stimuli musikal. Di dalamnya termasuk apresiasi dan pemahaman musik tetapi tanpa harus memiliki keterampilan memainkan alat musik (George dan Hodges, 1980). Oleh karenanya, semua orang memiliki beberapa tingkatan musikalitas karena masing-masing orang memiliki cara berbeda dalam merrespons musik yang sesuai dengan budayanya.
                Apa yang membuat seseorang menjadi unik serta bagaimana perilaku seseorang yang musikal bisa sejalan dengan keunikan tersebut? Apakah musik terpisah dari sifat kemanusiaan atau ada bukti yang mendukung bahwa musik adalah bagian yang melekat pada sifat manusia? Bila ada pertanyaan mengapa manusia itu unik dan berbeda dengan makhluk lain, maka dengan cepat jawabannya adalah: perbedaan selalu kontras dan tidak ada yang sama. Mungkin saja ada makhluk lain yang memiliki beberapa karakter khusus yang sama dengan manusia tapi tidak dalam konteks atau hal yang sama. Misalnya, bila disepakati bahwa salah satu karakteristik yang berbeda dari manusia merupakan  bahasa, maka memang memungkinkan terdapat kemiripan sistem komunikasi antara lumba-lumba atau bahasa isyarat yang digunakan oleh simpanse sebagai salah satu hal dasar dari tingkah laku yang sama. Atau bila dikatakan organisasi sosial adalah sifat manusia, maka akan pararel dengan apa yang ditemukan pada perilaku semut atau kumbang. Manusia memiliki upacara yang terkait dengan kematian seseorang demikian halnya seperti gajah yang perilakunya memiliki semacam ritual pemakaman. Pada tingkatan yang berbeda, musik memiliki pandangan dengan nyanyian ikan paus. Bagaimanapun juga tingkat keterkaitan manusia dalam perilaku, bahasa, organisasi sosial, ritual, dan musik yang membedakannya dengan makhluk hidup lain.
                Bila humanitas manusia merupakan hasil dari derajat keterlibatannya dengan perilaku tertentu, maka tentu akan lebih tinggi dari hewan walau mempunyai beberapa pola dasar perilaku yang mirip. Mestinya perbedaan antara pola manusia dan hewan secara luas itulah yang membuat manusia menjadi: unik. Kembali ke persoalan bahasa, memang benar bahwa simpanse dalam sebuah laboratorium bisa dilatih berinteraksi dengan bahasa isyarat. Tetapi jangan lupa bahwa mereka belajar bahasa isyarat manusia dengan bantuan dari pelaith yang juga manusia. Sementara dalam lingkungannya sendiri bisa disimpulkan simpanse juga saling berkomunikasi. Setelah jutaan tahun, mereka tidak mengembangkan keterampilan linguistik atau menyamai keterampilan berinteraksi seperti yang dilakukan oleh manusia.
Oleh karena itu bila manusia terutama bila berbeda dalam taraf perilaku saja, lantas bagaimana menerangkannya? Apa saja sifat asli manusia yang sebenarnya? Jawaban beberapa pertanyaan yang mendasar da atas telah berabad-abad ditelaah oleh para filsuf, ilmuwan, maupun seniman. Walau tetap harus diakui tidaklah gampang untuk menemukan jawaban yang tepat dan memuaskan. Akan tetapi, dari penemuan dan pencarian sekian lama akhirnya dapat diikhtisarkan sepuluh topik yang menjelaskan keterkaitan musik dengan keunikan dan sifat yang berada pada diri manusia.
                Yaitu, (1) secara biologis terlihat jelas memperlihatkan adanya perbedaan anatomi dan kebebasan dari perilaku instingtif. Potensi biologis, terutama sekali dari otak manusia yang membedakan manusia dengan hewan. lalu, (2) tingkat adaptabilitas yang tinggi yang membuat diri manusia menjadi makhluk yang unik. Mungkin saja manusia tidak memiliki kemampuan fisik yang khusus tetapi pasti memiliki kekhususan mental. Konsep perbedaan tersebut berguna untuk memahami bagaimana manusia mencerminkan kebutuhan dengan perilaku yang tidak terbatas. Manusia tidak hanya hidup dengan cara tertentu tetapi bebas beradaptasi dengan lingkungan dan berbagai gaya hidup.
                Lalu, (3) manusia merupakan satu-satunya makhluk yang menjalani evolusi kultural. Kultur adalah media yang membuat manusia secara berkesinambungan melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Sekaligus sebagai metode untuk mendistribusikan kemampuannya kepada generasi baru secara berkesinambungan. lalu, (4) perilaku simbolik yang berupa hal bahasa verbal sebagai perkakas untuk berkomunikasi yang sangat khusus. Bahasa memungkinkan manusia bisa berkomunikasi dan mengekspresikan pikiran secara tepat atau dengan cara perumpamaan. Selain itu, manusia juga mempunyai perilaku simbolik non-verbal. Kemampuan bukan saja hanya berguna sebagai pelengkap kata-kata tetapi juga untuk mengekspresikan pikiran disaat kata-kata sudah tidak memungkinkan.
                Lalu, (5) cinta yang membuat manusia mempunyai hasrat kuat untuk memberi dan menerima. Proses percintaan merupakan sifat yang penting bagi perkembangan dan pemeliharaan kepribadian yang sehat. Oleh karena hal tersebut merupakan perilaku yang penting oleh sebaba itu cara membagi dan mengekspresikan cinta dikonsep dalam beberapa cara. Lalu, (6) aktivitas bermain yang bukan hanya menyenangkan tetapi adalah bagian yang penting dalam konteks hidup manusia. Permainan di dalam sebuah perayaan formal mennempati posisi yang penting di dalam semua budaya. Permainan kreasi berasal dari rekayasa lingkungan sensori yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang penuh kejutan dan petualangan.
Lalu, (7) reliji yang dibutuhkan oleh manusia untuk beribadah dan telah berakar sebagai perilaku yang universal. Baik sebagai individu maupun kelompok, semua manusia akan merefleksikan berbagai hal yang bersifat spiritual. Demikian pula dengan , (8) teknologi yang sering disebut perkakas. Keberhasilan teknologi pada kenyataannya membuat manusia mampu menemukan kemajuan di hampir semua bidang yang digelutinya. Teknologi saat ini sudah tidak bisa dipisahkan dari perilaku dan segala kebutuhan manusia untuk hidup di manapun. Teknologi membuka horizon pemikiran dan perilaku baru sebagai akibat dari sifat petualang yang dimiliki oleh manusia.
                Lalu, (9) pengetahuan sebagai sarana untuk memuaskan perilaku rasa ingin tahu manusia yang pada prinspnya memang diciptakan untuk menjadi kreator oleh sang kreator. Rasa keingintahuan yang alamiah membuat manusia berkreasi dengan berbagai cara dan pengetahuan. Terakhir, (10) sensitivitas estetik yang dalam praktik ras manusia sehari-hari dapat terlihat melalui perhatian terhadap keindahan. Manusia bergerak oleh karena pengalaman yang indah juga dari keindahan yang dihasilkan. berkreasi dan merespons keindahan adalah bagian dari diri manusia.
                Kesepuluh topik di atas menunjukkan beberapa cara bahwa manusia itu unik adanya sehingga bila dikatakan musik memiliki peran signifikan dalam hidup manusia sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat jelas. Musik bukan masalah hal yang terpisah, sepele, isu sampingan dari manusia tetapi lebih dari itu, musikalitas adalah inti dari apa yang diartikan sebagai “menjadi” manusia. Seperti yang dikatakan Thomas (1979) di bawah ini:

“Saya sangat percaya bahwa spesies kita sudah tidak sabar dengan perubahan yang sedemikian cepat dan menjadikan manusia sebagai bagian berguna dari alam. Semua itu dikarenakan kita adalah spesies yang mengagumkan dan telah berhasil mewujudkan hidup dengan sangat baik. Kita memiliki bahasa serta mampu membangun metafor secara terampil dan presisi. Kita memiliki kasih sayang. Kita juga memiliki keturunan yang berguna, dan kegunaan merupakan hal yang sangat dekat dengan “tujuan umum” semua kehidupan. Dan akhirnya, mungkin yang terbaik dari semua itu adalah kita memiliki musik. Semua spesies memiliki kemampuan untuk memproduksinya mulai sejak awal masa kanak-kanak bahkan kebanyakan dengan segera setelah lahir ke dunia sebagai bagian dari evolusi yang standar.....”
Read more ...

Monday 21 March 2016

Kognitivisme, Musik dan Kajian Perilaku

Salam...

Kognitivisme, Musik dan Kajian Perilaku

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.


Kognitivisme

Fisikawan positivistik umumnya menganalisis sebuah musik melalui berbagai pendekatan eksak. Dengan asumsi bila hendak mengaplikasikan sains pada musik, maka sains terlebih dahulu harus dapat menguraikan sebanyak mungkin materialnya. Biasanya sains dapat diaplikasikan secara berhasil pada musik melalui pendekatan kognitif-saintifik. Di dalamnya meliputi semua studi aspek pikiran dari perilaku musikal pada semua tingkat, termasuk penggunaan terminologi: neurofisiologi, psikoakustik, psikologi kognitif, dan psikologi budaya baik secara teoritis maupun empiris.
Sebagai komplemen definisi awal melalui perspektif kognitif, musik juga dikatakan produk konvensi budaya yang fakta perwujudannya secara otomatis hadir dalam kognisi anggota budaya tersebut. Budaya disini merupakan sekelompok orang yang menanggung kebutuhan, lingkungan, perhatian, dan nilai bersama yang teridentifikasi serta terpilih secara teratur oleh sensitivitas terhadap suara, produksi suara saat ini, masa lalu, serta suara yang telah dimodifikasi.
Pengadopsian aliran kognitifistik memerlukan aplikasi dari pengetahuan kognitif musik sebagai salah satu upaya untuk menjelaskan hubungan antara musik sebagai pengalaman dan musik sebagai wacana saintifik. Sering kali kekuatan koneksitas yang diperoleh dari satu sumber disamaratakan dengan prediksi bahwa kondisi tersebut diakibatkan oleh proses interaksi dengan kehidupan ini.
Di luar itu, aplikasi pengetahuan kognitif dalam musik menawarkan kemungkinan pandangan-pandangan dinamis yang disebut sebagai “bentuk logis dan eksplikasi berbetntuk naratif”. Dinamika ini secara umum tidak disadari tetapi cukup rumit dalam artian mungkin kurangtepat karena mengandalkan pengetahuan kognitif yang diaplikasikan secara imajinatif. Tentu saja pengetahuan kognitif dapat menyumbangkan pandangan baru tetapi bukan berarti harus dilakukan dengan cara yang dimaksud. Sebagai konsekuensinya adalah banyak kritik dengan maksud untuk mempertajam, menguji penemuan-penemuan yang sudah ada serta relevansi dan kontinuitas teoritisnya.
Musik hidup dan berkembang seiring dengan kebutuhan manusia. Apalagi sifat dasar pikiran manusia homo sapiens (spesies kita) secara struktur berbeda dengan pendahulu seperti, homo erectus atau homo sapiens naenderthalensis. Suatu perbedaan yang sangat melekat adalah kecenderungan perkembangan pada bayi yang harus melalui proses “representasi-redeskripsi” sebagai proses pembentukan mata rantai dan integrasi antar domain-kapasitas khusus yang menghasilkan kekuatan baru, yaitu domain-representasi independen dan kompetensi. Representasi suara manusia adalah tonal yang tidak dapat dipahami sebagai suara kicauan burung. Misalnya, seorang ibu yang memanggil anaknya dari kejauhan: He-n-NNN-driiii....; suara yang terdengar memang musikal (bernada dan berinterval) tetapi tidak bisa disebut musik. Manusia bisa mendengarkan suara musik karena memiliki kemampuan otak yang kompleks dalam memanipulasi pola suara lebih dari kemampuan makhluk yang lainnya.
Secara otentik, kemampuan musikal adalah karakteristik umum manusia, bukan suatu bakat luar biasa. Dari aspek komunikasi personal, musik sudah terdapat dalam kompetensi homo nederthalensis tetapi kemungkinan besar bangkit bersama dengan homo sapiens. Lain dengan argumen sebelumnya, yang menyebutkan bahwa tanda-tanda kapasitas musikal sebenarnya sudah ada di seluruh muka bumi. Sehingga disimpulkan bahwa salah satu dari fungsi kapasitas musikal adalah untuk memfasilitasi proses representasi-redeskripsi, dengan menyediakan objek secara tidak langsung sebagai wujud dari integrasi antara informasi dan kompetensi yang melampaui modalitas dan domainnya. Ketika kita berbicara mengenai kombinasi Pitch atau interaval sebenarnya, sangat diharapkan ada pembicaraan baru mengenai realitas psikoakusitk pula.

Musik dan Kajian Perilaku

                Dalam pemahaman sehari-hari, musik cukup sering dikaitkan dengan hal perasaan. Di lain sisi, musik sering dianggap sebagai sarana untuk mengungkapkan isi perasaan, dan di sisi lain musik juga dianggap dapat menggugah perasaan pendengarnya. Karena kedekatannya dengan kehidupan manusia, maka pembahasan tentang musik hampir sering terkait dengan pembahasan mengenai perilaku dan sifat manusia (Sloboda & O’Neill, 2001). Mereka yang bergulat dalam dunia musik membenarkan bahwa komposisi musik tidak mungkin bisa dipisahkan dari gejolak perasaan penciptanya, lain hal bagi mereka yang menikmati musik, setiap rangkaian melodi, irama, timbre, dan dinamika sangat memungkinkan menimbulkan perasaan tertentu yang berbeda-beda.
                Keterkaitan musik dalam hal perasaan manusia ini ternyata justru membuat pembahasan di bidang musik dan hal emosi tidak dapat dirasakan sebagai hal yang mendesak. Jika penelitian tentang musik dan tumbuh kembang anak segera merebut pasaran, begitu pula kajian ilmiah di bidang musik dan kognisi, tetapi tidak demikian dengan kajian musik dan emosi. Selain belum banyak diteliti, kajian musik dan emosi juga tidak dapat hanya diukur dengan parameter yang ada. Mengingat emosi sangat terkait dengan latar belakang dan kepribadian serta perbedaan individu. Musikologi, sebagai ilmu yang mempelajari tentang musik, terasa lebih dititik beratkan pada kajian-kajian limiah seputar ilmu komposisi musik, kritik musik, sejarah musik, dan kajian teoritis musik dibandingkan dengan kajian tentang perilaku pencipta, pendengar atau nilai estetis yang menyertainya (Clayton, 2003).
                Sementara kajian dari segi psikologi belum optimal, meski telah lama diermati bahwa musik dan perilaku memiliki pengaruh timbal balik (mutual influence). Dalam kajian tentang musik dan perilaku, Clarke (2003) menyatakan bahwa prinsip-prinsip psikologi sebenarnya dapat menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam musik. Dari sisi sebaliknya, Sloboda (2001) mengemukakan bahwa melalui materi musik akan lebih mudah untuk melakukan kajian mulai dari pemahaman diri sampai ke epkspresi emosi. De Nora (2001) bahkan menegaskan bahwa musik bisa jadi dan merupakan “cermin” bagi diri seseorang.
                Selanjutnya, musik diakui sedemikian berpengaruhnya pada perilaku dan sifat manusia yang berimbas pada perkembangan baru dalam jenis-jenis musik yang menyebar di masyarakat cenderung mulai diterima  dengan sangat hati-hati karena dikhawatirkan membawa dampak tertentu. Dicontohkan bagaimana kehadiran musik Jazz di masa lalu ditakutkan dapat merusak kekhusyukan musik gerja (Juslin dan Sloboda, 2001). Di indonesia sebuah konser musik rock atau dangdut bisa  diasosiasikan mengenai kemungkinan histeria atau amuk masa.
                Pengaruh musik teradap perilaku, menurut Vink (2001) juga menjadi salah satu dasar utama berkembanya kajian-kajian baru dibidang psikologi klinis seperti terapi musik. Juga diakui bahwa elemen-elemen dalam musik memiliki tugasnya masing-masing untuk mendukung suatu terapi perilaku. Dalam bidang kehidupan lainnya musik juga diyakini memiliki dampak khusus terhadap perilaku karena jenis musik tertentu dianggap dapat membawa respons yang berbeda dari perilaku manusia. Namun, pendekatan psikologi terhadap masalah perilaku dalam bidang musik dirasakan terlalu terpaku terhadap perilaku beserta mekanismenya, sementara musikologi lebih terfokus pada detil dari sebuah fenomena khusus. Perbedaan perspektif ini kemudian dijembatani oleh Psikologi Musik yang mencoba memberikan perhatian yang lebih seimbang. Yaitu, antara keberadaan elemen musikal dan aspek perilaku manusia dalam mencipta, mengalami, mendengar, dan memahami musik (Frith, 2003).

                Akhirnya, dari semua eksplanasi di atas dapat disimpulkan bahwa secara psikologis, kajian Psikologi Musik terutama sekali berlandaskan pada persepsi dan produksi musik melalui tiga orientasi, yaitu (1) psikofisik atau psikoakusitk yang menjelaskan tentang tanggung jawab mekanisme sensori atas persepsi pitch, dinamika, tempo, dan timbre, (2) psikologi kognitif yang membahas karakterisasi atas pengetahuan dan proses kinerja persepsi, memori serta emosi, dan (3) neuropsikologi yang mengkaji dasar-dasar neurofisiologis persepsi musik dan kinerjanya melalui pengamatan klinis yang secara khusus terkait dengan gangguan atau kerusakan pada otak.
Read more ...

Mars STTG By RI

Read more ...

Sunday 20 March 2016

Perilaku Musikal

Salam…

Perilaku Musikal

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.
                Serangkaian hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa ciri-ciri sebuah proses evolusi pikiran sulit dideteksi melalui perilaku orang dewasa. Justru yang mudah dikenalidan tampak adalah pada kapasitas pikiran bayi. Hasil penelitian Trehub, dkk (1997), menunjukkan bahwa bayi usia enam bulan telah “mamp menjadi pendenganr” yang baik. Misalnya, mereka sensitif terhadap bentuk melodi yang konstan, walaupun melodi serta pola naik-turun dengan perubahan Pitch tetap akan direspons sebagai musik yang sama.
                Selain itu juga diketahui bahwa bayi telah menunjukkan serangkaian perilaku “proto-musikal” dalam interaksi mereka dengan pengasuhnya. Bentuk komunikasi timbal balik dengan berbagai Pitch dan tempo juga dilakukan lewat metode seperti di dalam musik. sifat proto-musikal tersebut tidak hanya mendengarkan bunyi/suara tetapi juga ikut memproduksi dan merespons secara aktif. Menurut banyak ahli, sinkronisasi vokal yang teratur serta pola kinestik pengasuh akan melengkapi bayi dengan sensori informasi multi-modal termasuk informasi visual.
                Jadi, untuk mengetahui kecenderungan musikalitas yang dimiliki manusia lebih tepat dimulai dengan mempelajari bagaimana cara bayi memahami orang dewasa. Walau dalam budaya tertentu aktifitas musikal lebih sering dianggap sebagai produk dari kekuatan evolusioner. Kecenderungan untuk menjadi musikal seeperti pada proto-musikalitas bayi sederhananya lebih dari sekadar tendensi untuk mendengarkan (pendengar yang kompeten).
                Seorang bayi dapat memperkirakan penyesuaian Pitch  dari suara yang didengarnya termasuk memebedakan antara versi perubahan dan perpaduan serangkaian nada. Anak-anak sudah mampu memproduksi sebuah frase pendek dalam berbagai variasi dengan Pitch yang tepat. Oleh sebab itu, kemampuan untuk menghasilkan Pitch  secara akurat dan apresiatif terhadap tangga nada serta kunci nada dasar telah berkembang ketika awal usia sekolah. Perubahan yang terjadi dalam serangkaian tangga nada yang teratur lebih mudah dideteksi dari pada rangkaian yang acak. Dan, pilihan yang timbul untuk mengakhiri sebuah kalimat melodi lebih pada nada yang stabil dari kunci yang terdengar.
                Secara spesifik, dapat dikatakan bahwa serangkaian musik terjadi dari hasil sebuah eksplorasi dari interaksi. Sebagai contoh, setiap anak yang secara kooperatif terlibat di dalam aktifitas/kegiatan  musikal yang akan menginterpretasikan aktifitas tersebut sebagai sesuatu hal yang berbeda, karena aktifitas musik yang ternyata kolektif tersebut tidak memiliki suatu ancaman/potensi konflik. Musik bukan hanya memberikan anak sebuah media interaksi sosial, ruang bebas resiko untuk mengeksplorasi perilaku sosial tetapi juga menimbulkan akibat sebaliknya berupa potensi aksi dan transkasi.
Pada kenyataannya, intervensi musik secara aktif dan simultan dapat membantu perkembangan kapasitas kognitif. Musik atau proto-musikal  yang menimbulkan kesan “metaphorical” (kiasan). Rekreatif, serta menjaga fleksibilitas kognitif itu jugalah yang pada akhirnya membedakan manusia dengan makhluk lain. Tentu saja, musik untuk bayi dan anak berbeda dengan untuk orang dewasa dalam setiap budaya. Kandungan kapasitas ganda sebagai karakter proto-musikal yang mampu menyokong fungsi sosial dan mengkontribusikan makna musik memang bukan sebagai penentu. Tetapi perilaku proto-musikal memiliki peran fungisional dalam perkembangan manusia secara umum.
                Implikasinya adalah terjadi evolusi kognitif secara multi domain melalui penyebaran dengan cara disengaja. Dalam teori Karmilofo-Smith (1992) dikatakan, seorang bayi dapat dianggap telah memiliki bawaan khusus yang secara implisit pasti akan sampai kepada domain representasi (tingkat II). Kejadian kompleks yang dianggap sebagai proto-musikal adalah ketika terjadi komunikasi langsung antara seorang pengasuh dengan bayi yang digendongnya. Aktifitas simultan tersebut telah menjadi isyarat bagi kemampuan multi representasi bayi dalam domain yang berbeda.
                Dengan kata lain, kejadian kompleks yang disertai kelengkapan proto-musikal hanya dapat diikuti oleh bayi melalui satu syarat yaitu, informasi tersebut masih berada dalam satu domain. Kalau representasi tingkat-1 diisyaratkan dalam domain yang tidak semestinya maka hal itu disebut “ribut”. Tetapi bila peristiwa yang kompleks diulang dalam frekuensi secukupnya maka “ribut” tersebut mungkin mulai mendapat respek sebagai sebuah bentuk representasi domain yang diikutinya. Kejadian berulang yang teratur dari lintas domain dalam konteks perulangan proto-musikal dapat membantu untuk menentukan representasi tingkat-E1, tetapi tidak mengarah pada kesadaran verbal dan tidak pula ditambah informasi lintas domain yang berbeda. Maka pada tingkat-E1 terdapat representasi dengan “intensionalitas ganda”.


                Proses representasi dan redeskripsi yang dimili bayi akan mengendap melalui atribut proto-musikal saat berinteraksi dengan si pengasuh. Representasi ini akan mengalami perluasan sejalan dengan berkembangya domain yang berbeda seiring dengan perkembangan kompetensi bayi. Bila dikatakan bahwa bayi memiliki multi kehidupan dan secara implisit  memiliki domain yang berbeda , maka semua atau sebagian hal tersebut disebabkan oleh faktor: fisik, gross motorik, fine motorik, linguistik, sosial, dan emosional.
Read more ...

Friday 18 March 2016

Musik Sebagai Perilaku

Salam…

Musik Sebagai Perilaku

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.
                Musik juga dikatakan sebagai perilaku sosial yang kompleks dan universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang kita sebut sebagai musik, oleh karena itu semua penghuni masyarakat merupakan  potret dari kehidupan yang  musikal. Kalaupun ada yang tidak seperti pengertian diatas, biasanya disebabkan oleh faktor budaya. Pada budaya barat terdapat perbedaan tajam antara siapa yang berperan “memproduksi” musik dan yang berperan “mengkonsumsi” nya. Walau kenyataanya hampir semua golongan masyarakat dapat “mengkosumsi” musik, mendengar, terinpsirasi mengikuti gerak irama, dan mengembangkannya. Dengan demikian, mayoritas diam pun adalah masyarakat yang musikal dalam kapasitas pemahaman di atas.
                Munculnya psikologi musik kognitif secara evolusioner pada dekade terakhir ini mendorong meningkatnya penelitian tentang mengapa seseorang dapat dikatakan musikal. Ada yang mengatakan bahwa musik hanya sebuah produk evolusi yang menyenangkan tetapi tidak begitu penting. Ada pula yang berpendapat bahwa musik ikut memainkan peran penting dalam evolusi manusia. Dibalik perilaku dan tindakan manusia terdapat pikiran-pikiran yang terkonsentrasi di dalam otak. Bertepatan dengan pandangan umum bahwa tubuh manusia adalah produk dari sebuah proses evolusi. Operasionalisasi proses evolusi tersebut terdiri dari: (1) modifikasi acak yang mengakibatkan lahirnya organisme dengan kapasitas yang berbeda; (2) seleksi alam, yang terjadi melalui desakkan ekologis dan membuat organisme harus berjuang dalam menghadapi lingkungannya, serta (3) perbedaan reproduksi, sebagai akibat dari organisme yang beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
                Seperti yang banyak dipahami orang bahwa otak manusia merupakan bagian dari tubuh sekaligus sebagai produk evolusi, tetapi ada yang menolak juga bila dikatakan pikiran dan perilaku manusia itu khusus dan ditentukan oleh genetika. Beberapa penelitian berdasarkan genetika mengenai musik sebagai perilaku yang kompleks juga telah banyak dilakukan. Ada yang tetap berkeyakinan bahwa musik berasal dari evolusi kuno dan musikalitas adalah kapasitas manusia yang dimiliki oleh semua makhluk hidup termasuk primata atau bahkan burung.
                Untuk merunut asal-usul musik, Marler (2000) menggunakan metode “phonocoding”, yaitu suatu cara menghasilkan warna suara baru dengan mengkombinasi-ulang suara yang ada guna menghasilkan sinyal yang berbeda. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa musik dan suara kicauan suara burung memiliki ciri0ciri yang signifikan  yaitu sinyal mereka memiliki pertautan evolusioner. Walau dikatakan bahwa suara yang dihasilkan manusia sama kompleks dengan yang dihasilkan burung, tetapi tidak demikian dengan primata. Sehingga para peneliti menyimpulkan bahwa hubungan antara musik dan manusia dan nyanyian burung adalah analogi bukan homologi. Artinya, hanya memiliki kemiripan.
                Miller (2001) mengatakan bahwa perilaku musik yang rumit dalam sebuah pertunjukan musik adalah sama dengan wujud dari kapasitas yang diwariskan sejak nenek moyang primata untuk menunjukkan sifat “protean” nya. Yakni merupakan sebuah perilaku/tingkah yang terprediksi dengan maksud ingin menarik perhatian pasangannya. Bagi Miller, musikalitas adalah perilaku yang terkondisi secara genetis. Sedangkan tingkat ekspresi musikalitas diperoleh dari sifat genetika yang berbeda dalam perilaku protean.
                Ketika manusia saling berinteraksi, maka terjadi proses yang saling menambah tingkat pemahaman yang akan berperan sebagai sebuah budaya tersendiri yang secara signifikan ikut berperan dalam memahami persepsi dan juga kognisi. Perkembangan perilaku musikal pada kenyataanya sangat dipengaruhi oleh proses evolusi didalam hal pikiran. Ada beberapa bukti yang menunjukkan tentang anak-anak yang lebih cepat mengembangkan kompetesi dalam hal musikal sebagai hasil dari proses belajar oleh karena melibatkan interaksi yang sejalan dengan lingkungannya. Bayi yang masih sangat belia secara cepat dapat mengisyaratkan perilaku bereaksi secara mengejutkan terhhadap pengalaman yang kadang dirasa melawan hukum fisik.

                Terutama sekali mereka merespons suara melalui ekspresi wajah yang berbeda. Pandangan ini dilengkapi dengan aspek biologi intuitif, fisik, dan psikologi. Bayi belajar bahasa secara cepat dan terampil, seolah mereka datang ke dunia “terutama” sekali hanya untuk bahasa walaupun pada prosesnya dibutuhkan kontinuitas interaksi dengan orang lain. Peristiwa di dalam sebuah evolusi dapat dianggap sebagai tindakan pikiran guna mempertajam kecenderungan-kecenderungan yang belum dimiliki. Sehingga usia bayi dan anak-anak adalah masa yang cepat untuk mengerti informasi -informasi tertentu tanpa kita perlu mengajarkannya.
Read more ...

Suara dan Stimulus Fisik

Salam…

Suara dan Stimulus Fisik

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.
                Dari aspek akustik, pertanyaan yang menarik dalam Psikologi Musik adalah bagaimana proses fisika bunyi dapat menghasilkan sebuah sensasi bunyi/suara. Misalnya saja produksi sebuah suara yang dapat ditunjukkan dengan bantuan misalnya seutas senar. Bila kita memetik sebuah senar yang kedua ujungnya terikat dengan kencang, maka dapat dilihat secara kasat mata adanya vibrasi. Kemudian, vibrasi ini dikomunikasikan pada sumber bunyi dan vibrasi ini akan mengelilingi partikel-partikel udara. Lalu akan terseusun sebuah vibrasi yang menggetarkan selaput telinga. Gelombang vibrasi ini menyebar dari telinga bagian dalam menuju pusat auditori di otak.kejadian tersebut membuktikan bahwa udara memainkan peran dalam proses memproduksi suara. Jika senar yang bergetar diletakkan pada ruang hampa dibawah bejana kedap suara, maka tidak ada suara yang terdengar. Tetapi bila udara dipompakan ke dalam bejana maka suara yang terdengar akan sangat jelas.

                Bila diperhatikan gerakan senar dari dekat, akan ditemukan sebuah periodisasi yang pasti. Misalnya, setiap titik dari senar yang bergetar secara konstan akan kembali ke posisi semula setelah periode waktu tertentu. Ini mengindikasi gerak senar tersebut adalah periodik dan berulang secara tepat seusai periode waktunya. Oleh karena itu, senar yang diikat secara pasti akan menghasilkan getaran yang teratur. Posisi kedua ujung senar (A-B) tidak berubah selama terjadi getaran, ini disebut dengan istilah nodes. Titik dengan pemindahan yang maksimum (a) disebut dengan istilah antinodes. Titik a, c, b yang menandai pancaran olasi (ayunan) mencapai pemanjangan maksimum pada titik a.
                Getaran suara yang alami dapat  dilihat dengan lebih sempurna pada garpu tala, bila garpu tala di pukulkan pada suatu benda padat maka akan terjadi vibrasi. Getaran yang dihasilkan sangat mudah dirasakan dengan menyentuh ujung garpu tala melalui jari-jari kita. Vibrasi pada alat musik memiliki bentuk yang kompleks. Maka serumit apapun sebuah vibrasi tetap dihasilkan oleh getaran yang sederhana (Teori Fourier). Selanjutnya, bila kita melihat senar yang bergetar tadi dengan seksama maka tampak setiap titik yang bergetar memiliki gerak maju-mundur sendiri.
                Titik a di pusat senar yang pertama bergerak pada bagian a-b kemudian ke bagian b-c, akhirnya kembali ke titik a lagi. Total gerakan titik a yang bergoyang (daerah a-b dan b-c) disebut “vibrasi penuh”. Untuk titik a1, daerahnya adalah pada wilayah a1-d-e-a1 yang menunjukkan vibrasi penuh. Bila dilihat dari posisi ekulibiriumnya (keseimbangan). Maka pemindahan maksimum dari setiap titik disebut amplitudo. Sehingga amplitudo untuk titik a adalah bagian dari (a-b) atau (a-c); titik a1-d (atau a1-e).

Intensitas sensasi suara yang dihasilkan berasal dari relasi langsung getaran amplitudonya. Bila suara makin keras maka intensitas semakin besar dan getar senar juga semakin menyimpang dari titik berhenti/ semula. Sehingga diperoleh hukum: intensitas suara akan meningkat seiring dengan getaran amplitudonya. Namun tidak semua getaran suara secara periodik dapat dirasakan oleh telinga manusia sebagai sebuah suara. Selain amplitudo, masih ada karakter vibrasi lain yaitu waktu yang dibutuhkan seperti pada a-b-a-c-a (gambar 2) yang disebut waktu-getar. Waktu getar biasanya ditandai dengan hitungan detik dan jumlah angka ang berada di dalam satu getaran disebut frekuensi.
Hubungan antara waktu getar dan frekuensi getar yang secara matematis diekspresikan sebagai: makin besar waktu getar (periodisasi vibrasi) maka makin rendah angka getarnya (frekuensi getaran). Sensai suara dengan frekuensi terikat dengan  pitch sebuah nada akan tergantung pada jumlah getaran atau panjang gelombang. Makin besar frekuensi getarannya maka makin tinggi pula nada yang terdengar. Kemudian karakter terakhir dari suara dalam kaitannya dengan sensasi adalah kualitas suara atau warna suara (timbre).

Ketiga karakter fisika bunyi diatas itula yang menjadi stimuli pendengaran dan menimbulkan sensasi akustik. Pada prinsipnya, musik berisikan ketiga materi tersebut yang kemudian diorganisir melalui dimensi cepat-lambat; tinggi-rendah; keras-lembut; panjang-pendek dengan atau tanpa lirik. Keseluruhan penataan materi akustik yang melibatkan impresi estetis dan teknik kompositoris penciptanya menjadikan serangkaian stimuli suara tersebut akan direspons oleh reseptor baik secara fisiologis maupun psikologis. Perpaduan kinerja kognitif dan afektif melalui materi alamiah ini disebut dan dikenal dengan sebutan musik, sehingga musik merupakan stimulus paling mendasar yang tidak bisa dielakkan dalam kehidupan.
Read more ...

Wednesday 16 March 2016

Hubungan Psikologi dengan musik

Salam…

Hubungan Psikologi Dengan Musik

Semoga pembaca berada pada keadaan yang sangat menggembirakan, pada kali ini saya akan menulis sedikit tentang musik yang saya kutip dari penulis Djohan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Musik cetakan #3.

Pada mulanya, banyak peneliti beranggapan bahwa kognisi musik adalah domain yang tersendiri karena sebelumnya telah menandai domain tradisional seperti kognitif, psikomotor, dan afektif pada hal secara psikologis, aktifitas musik yang meliputi persepsi dan dan kognisi tidak harus ditanggapi secara apriori karena aktifitas musikal juga merupakan salah satu aspek perilaku hidup manusia. Selama ini perkembangan penelitian yang mutakhir terhadap perilaku musikal pasti menyertakan proses kognitif dan persepsi. Untuk itu psikologi kognitif dengan disiplin ilmu terkait lainnya menjadi penting dan secara ekologis merupakan penemuan yang konklusif dalam proses interdisiplin psikologi dan musikologi. Dengan demikian tentu akan lebih sempurna bila memahami perilaku musikal dengan melibatkan kajian multidisiplin.
Pada hakekatnya, musik merupakan hasil produk otak. Maka, elemen vibrasi (fisika dan kosmos) dalam bentuk frekwensi, amplitudo, dan durasi belum akan menjadi suatu musik bagi seorang manusia sampai saat semua itu ditransformasi secara neurologis dan diinterpretasikan melalui otak menjadi: Pitch (nada-harmoni), timbre (warna suara), dinamika (keras-lembut), dan tempo (cepat-lambat). Transformasi kedalam musik dan respons manusia (prilaku) adalah unik untuk dikenali (kognisi), karena otak besar manusia berkembang dengan amat pesat akibat dari pengelaman musikal sebelumnya.
Kemudian, psikologi tentang ilmu pikiran dan perilaku akan menjadi suatu pengetahuan mendasar yang sangat dibutuhkan bila ingin mengetahui bagaimana persisnya kinerja sensori menghasilkan peningkatan perkembangan otak serta memperkaya kehidupan manusia. Sementara pengetahuan kognisi berkewajiban memastikan hubungan semua saraf sensori (indera), motor, koneksi, antar saraf dan saraf  otak layaknya sebuah komputer raksasa. Didalamnya termasuk pembahasan aspek belajar yang mencakup pemahaman juga efisiensi komunikasi dari fungsi saraf manusia.
Istilah sensori informasi dalam pembahasan Psikologi Musik diartikan sebbagai rekaman pengalaman yang dapar mengarahkan perilaku musikal seseorang. Pandangan ini, dalam psikologi lebih dilandasi oleh pendekatan humanistik. Orientasi humanistik didasarkan atas prinsip bahwa manusia adalah makhluk yang sadar akan kebebasan dan bertanggung jawab  untuk mengatur hidupnya. Kebebasan itu pada akhirnya menghasilkan karakter yang membuat seseorang menjadi unik, berbeda dari yang lain, tidak memiliki cara yang sama dalam merespons kejadian maupun berperilaku. Secara sederhana dapat diartikan, setiap orang hanyalah imitator dari contoh yang telah tersedia dan menjadi penemu cara-cara baru dalam meresepsi dan merespons.
Hampir semua manusia merupakan produk dari lingkungan dan terutama sekali berdasarkan sifat untuk harus belajar tentang segala sesuatu. Tetapi tidak boleh dilupakan pula bahwa segala tindakannya terbatas. Manusia  bertindak karena  didesak oleh kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keunikan manusia (rentan untuk dipengaruhi dan dipersuasi) adalah bahwa ia dapat dan harus menjadi dasar dalam segala lingkungan yang bersifat transenden. Sejarah menunjukkan bahwa manusia selalu melampaui apa yang dipercayai orang sebagai batas akhir atau yang disebut potensi. Sebagai contoh, kemampuan kogintif seseorang anak berkembang lebih awal dari apa yang diperkirakan sebelumnya. Oleh sebab itu, saat ini mulai disadari bahwa pendidikan anak prasekolah adalah penting, bahkan pendidikan pra kelahiran pun mendapat perhatian serius.
Terkait dengan musik, kapankah tepatnya pengalaman rasa musikal dimulai? Lingkungan musikal pada anak sejak lama telah menjadi fokus penelitian neurolog, psikolog, dan musikolog yang menghasilkan banyak penemuan tentang efek musik dan suara. Misalnya laporan penelitian bidang medis dan neurologis yang mengatakan bahwa pada 38 minggu masa kehamilan, janin seudah selektif merespons musik. Kemudian para ahli berpendapat, bukti itu menunjukkan bahwa proses belajar sebenarnya telah dimulai jauh sebelum terjadinya kelahiran. Apalagi selama dua bulan terakhir masa kehamilan sangat memungkinkan untuk mengkondisikan pengalaman musikal janin dalam kandungan.
Tetapi secara akustik perlu dicermati bagaimana suara musik dapat didengar oleh janin yang sangat tergantung kepada kekuatan kepekaan permukaan halus kulit ibu, jarak antara tulang tengkorak janin serta saluran terdekat dari konduksi tulang. Karena suara musik yang akan dideteksi oleh janin merupakan produksi dari mekanisme vibrasi melalui kulit perut ibu. Kulit perut ibu hamil akan menjadi transmisi vibrasi yang efektif terutama bila tidak banyak cairan amniotik. Perkembangan selanjutnya adalah keyakinan bahwa pengalaman auditif sangat penting bagi janin. Karenanya proses edukasi ini dapat disasumsikan sama pentingnya dengan pengalaman musikal pada masa-masa awal tumbuh-kembang anak.
Sensori atau indera pendengaran selain peciuman merupakan perkembangan pertama dari ke-lima indera janin yang bisa distimuli melalui musik. Karena dipercaya secara tidak langsung dapat meningkatkan fungsi otak. Hodges (2000) mengatakan, manusia akan makin memahami hidup berkat adanya lingkunan (musika) yang secara fisik menghasilkan perubahan reaksi pada otak (mengikat dan membentuk). Musik diyakini dapat mempengaruhi perkembangan otak diawal kehidupan karena sifatnya yang plastis. Stimuli musik pada awal perkembangan juga dapat memberikan pengaruh untuk jangka waktu yang panjang. Sebaliknya, awal pengalaman yang negatif (tanpa lingkungan musikal) akan menghasilkan konsekuensi dramatik yang berkepanjangan.
Interaksi antara psikolog dan musik kemudian juga ditunjukkan oleh berkembanya disiplin Terapi Musik yang secara kontekstual mengusung pentingya pengalaman musikal dalam kehidupan manusia. Gangguan mental secara psikologis dapat diintervensi melalui sifat traupetik yang dimiliki elemen-elemen musik. Psikolgi yang awalnya dimengerti sebagai ilmu tentang jiwa (psike sederajat dengan jiwa atau pikiran, logos sama dengan sains), pada perkembangannya tidak lagi membedakan antara apa yang diperhatikan tubuh dan apa yang dimiliki pikiran. Dengan demikian aplikasi Psikologi Musik juga tidak terpengaruh dengan pemisahan antara jiwa/pikiran dan fisik/tubuh. Karena semua itu dapat berdasarkan pada perilaku musikal seseorang baik secara individual maupun holistik.
Keyakinan yang terutama adalah setiap orang memerlukan musik (tidak ada satupun masyarakat/budaya yang tidak memiliki musik). Oleh sebab itu apakah sebenarnya musik? Walau dikatakan bahwa musik memiliki semua karakter yang lumayan penting jika dilihat dari sistem kimia, genetika, dan bahasa manusia. Juga disebutkan bahwa perasaan manusia terikat dengan musik karena memiliki konsistensi dan lingkungan yang sama dalam merespons musik. Sebab, respons terhadap musik terjadi dari proses kognitif yang menyertakan emosi dalam wujud perilakunya. Sehingga sangat masuk akal untuk melakukan pendekatan kognitif dalam memahami efek stimuli musik. Dalam artian betapa pentingnya interaksi antara musik dan psikolog. Karena selain psikolog tertarik akibat adanya interpretasi perilaku manusia dan juga karena musik merupakan bentuk konkret perilaku manusia yang unik dan saling pengaruh-mempengaruhi. Dengan demikian, secara saintifik terjadi eksplorasi pengaruh musik terhadap perilaku seperti halnya respons perilaku dari musik.
Menurut The American Heritage Dictionary (1982), psikologi didefinisikan sebagai “karakteristik emosional dan perilaku individu, kelompok, atau aktifitas”. Pengertian psikologi kemudian menjadi lebih luas dari hanya kajian perilaku manusia. Eksplorasi atistik dan saintifik di atas menyebabkan pengembangan strategi penelitian yang juga megikut sertakan ilmu neurologi, fisika, fisiologi, psikologi, dan sosiantroppologi. Aplikasi dari banyak hasil penelitian seperti di atas telah dimanfaatkan oleh bidang komposisi musik, pendidikan musik, sejarah musik, pertunjukan musik, terapi musik, dan seni pertunjukan. Pada akhirnya, konsekuensi perkembangan ini akan menstimuli percepatan perhatian akan pentingnya esensi dan fungsi musik didalam kehidupan manusia.
Seperti yang disebutkan di atas bahwa musik adalah perilaku manusia, maka kajian komprehensif yang melibatkan musik dan psikologi dinamakan psikologi musik. Sekaligus, musik juga dapat menjelaskan upaya-upaya manusia yang disebut psikologi. Melalui konteks ini, psikologi dan musik dapat dilihat sebagai kata sifat juga kata benda seperti halnya proses dan produk. Menurut bapak Psikoloogi Musik, Carl Seashore (1938) Psikologi Musik “dapat disebut sebagai psikologi estetika dalam musik, pengetahuan estetika musik atau estetika musikal”.
Secara lebih khusus sebenarnya apa isi dari Psikologi Musik? Mungkin deskripsi model molekul dibawah dapat memberikan gambaran yang lebih jelas.

Musik didefinisikan sebagai suara dan diam yang terorganisir melalui waktu yang mengalir di jalur (dalam ruang), namun beberapa pendapat dan kesimpulan sementara dan pertanyaan yang muncul: Musik—Suara—Vibrasi(?). dan vibrasi (energi) merupakan esensi dari segala jenis (massa). Tetapi bila musik adalah suara yang terorganisir, apakah kita dapat memperoleh pemahaman yang jauh lebih baik dari esensi musik jika mengkaji suara yang tidak terorganisir atau suara ribut? Dapatkah kita akan menjadi lebih baik bila memahami musik dan pengaruhnya bila juga memahami pengaruh non-musik (ribut)? Melalui cara apakah jenis suara musikal dan non-musikal mempengaruhi perilaku manusia dan alam bawah sadarnya? Apa efek biologisnya? Fisiologis? Neurologis? Psikologis? Sosiologis? Antropoplogis? Akustik? Terapiutik? (Eagle, 1978).
Melalui penemuan dan metode yang digunakan dari berbagai pengetahuan, dapat diperoleh pemahaman yang lebih signifikan yaitu, “musik adalah bentuk perilaku manusia yang sediktinya memang unik dan memiliki pengaruh yang kuat”. Salah satu aspek yang membangkitkan minat menggeluti ilmu pengetahuan adalah mereka tidak bebas dari yang lainnya tetapi sungguh-sungguh interelasi. Sama halnya bila kita mendengar terminologi psikologi, psikotik, biokimia, atau neuropsikiatri. Secara sepintas, mestinya disiplin psikologi dapat memperlihatkan bagaimana psikologi menggunakan interpretasi dan aplikasi hasil penemuan dari berbagai disiplin. Seperti yang dikatkan Hargreaves (1986) bahwa Psikolohi Musik:
“Termasuk penelitian neurologis dan fisiologis dari dasar biologis musik seperti persepsi, kajian belahan otak, akustik dan psikotik dari mekanisme persepsi auditori, psikologi kognitif, analisis psikometri keterampilan musik..; psikologi sosial aspek estetis dan afektik dari pengaruh mendengarkan musik...; mengaplikasikan kajian tersebut dalam ranah terapi, pendidikan, industri dan sebagainya.”

Seorang psikolog musik kemudian harus “bisa bertanggung jawab dan berinisiatif ”pada pekerjaan yang terintegral”. Yaitu, seorang psikolog musik harus bisa bermain didalam suatu ruang lingkup interdisiplin bahkan multidisiplin dalam upaya menemukan jawaban atas pertanyaan tentang pengaruh dan respons. Untuk itu dibutuhkan penggabungan seni dan pengetahuan musik, mengasimilasi dan memberi informasi dari unit tersebut, serta bertanggung jawab untuk diseminasi hasil penggabungan itu kedalam praktik pendidikan, kurikulum dan praktik klinis, penelitian, dan model-model teoritis lainnya.
Read more ...
Designed By Published.. Blogger Templates